Memilih Calon Istri (2)

Ada beberapa kondisi dan kriteria lain yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW dalam memilih calon istri, diantaranya :


1. Wanita yang mempunyai peluang besar untuk memiliki anak atau keturunan yang banyak ( اْلوَلُوْدُ ). 

Hal itu bisa diketahui dengan melihat wanita-wanita kerabatnya. Nabi SAW bersabda :

تَزَوَّجُوا اْلوَلُوْدَ اْلوَدُوْدَ فَإِنىِّ مُكَاثِرٌ بِكُمُ اْلاُمَمَ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ

“ Nikahilah wanita yang berpotensi melahirkan banyak anak, lagi mencintai suaminya. Karena aku berbangga-bangga dengan kalian atas umat lain pada hari kiamat “. (HR.Abu Daud)

2. Masih perawan / gadis ( اْلبِكْرُ ). 

Arti dari perawan menurut ulama adalah wanita yang belum pernah disetubuhi, baik dengan cara halal atau haram. Rasulullah SAW pernah bertanya kepada Jabir Ra :

ماَ تَزَوَّجْتَ ؟ فَقَالَ تَزَوَّجْتُ ثَيِّبًا فَقَالَ مَالَكَ و لِلْعُذَارَى وَ لُعَابُهَا

“ Dengan siapa kamu menikah ? ia menjawab : dengan janda. Lalu beliau SAW bersabda : mengapa kamu tidak menikahi gadis saja dan mencumbuinya ? “.(HR.Bukhori Muslim)

Dari uraian ini, bukan berarti Islam mengesampingkan status para janda. Tapi Islam juga memperhatikan kesejahteraan janda. Buktinya Nabi SAW menyetujui pernikahan Jabir dengan wanita janda dan membenarkan alas an Jabir menikahi janda yaitu agar ada wanita yang dapat mengurusi Sembilan adik-adiknya yang semuanya wanita, karena ayhnya telah meninggal. Kemudian Nabi SAW mendoakan Jabir Ra. Bahkan mayoritas istri Nabi SAW adalah janda.

3. Wanita yang bukan dari keluarga dekat. 

Karena kurang begitu dihasrati yang nantinya akan berdampak negatif terhadap kondisi anak yang akan dilahirkan. Nabi SAW bersabda :

لاَ تَنْكِحُوا اْلقَرَابَةَ اْلقَرِيْبَةَ فَإِنَّ اْلوَلَدَ يُخْلَقُ ضَاوِنًا

“ Janganlah kalian menikah dengan wanita kerabat dekat, karena seorang anak akan tercipta dalam keadaan kurus “. 

Kecuali jika ada maslahat seperti menyambung silaturrahim dan sebagainya, maka menikah dengan kerabat dekat dimaafkan.

4. Dari keturunan orang baik-baik atau mulia. 

Agar diharapkan anaknya memiliki sifat mulia yang dimiliki ibunya atau para orang tua ibunya. Karena Nabi SAW bersabda :

 تَخَيَّرُوْا لِنُطَفِكُمْ

“ Pilihlah, kepada siapa kalian menumpahkan nuthfah / sperma kalian “ (HR.Ibnu Majah)

Dalam Hadits lain Nabi SAW berpesan kepada umatnya :

إِيَّاكُمْ وَ خُضَرَاءَ الدِّمَنِ اْلمَرْأَةُ اْلحَسْنَاءُ فِى اْلمَنْبَتِ السُّوْءِ

“ Waspadalah kalian terhadap tumbuhan hijau di tempat yang buruk, yaitu wanita cantik yang tumbuh dalam keluarga yang tidak baik “.(HR.Daru Quthni)

Mungkin dari sinilah muncul sebuah ketentuan hukum makruh menikahi wanita dari orang tua yang fasiq dan wanita dari hasil perzinahan atau wanita yang tidak diketahui asal-usulnya.

5. Wanita yang berakal cerdas, karena ia akan lebih mampu mengendalikan emosinya dan mampu berpikir lebih luas sehingga kehidupan rumah tangga akan lebih tentram dan bahagia.

6. Wanita yang sudah mencapai usia baligh / dewasa. Kecuali jika ada maslahat seperti yang dilakukan Rasulullah SAW menikahi Siti Aisyah yang saat itu berumur enam tahun atau maslahat yang lainnya.

7. Wanita yang usianya tidak melebihi usia calon suaminya. Artinya suami hendaknya lebih tua dari istrinya supaya istri tidak meremehkan suaminya.

8. Wanita yang berparas cantik. 

Tujuannya adalah supaya dengan kecantikan itu mampu menjadikan hati lebih tenang dan tentram, lebih kuat menjaga penglihatan dan lebih sempurna perasaan cintanya. Namun kecantikan bukanlah kriteria utama dalam memilih calon istri. Kecantiakn hanya bersifat sementara dan akan hilang bersamaan dengan munculnya tanda-tanda ketuaan. Dan yang dapat membuat seorang suami merasa damai, tentram, pendidikan anak terarah dengan baik, rumah tangga penuh keharmonisan adalah di mulai dari seorang ibu yang sholihah yang membawa kebahagian hakiki di dunia dan akhirat. 



Ust. Ibnu Abdullah al Katiby

LihatTutupKomentar

Terkini