Qadha menurut bahasa berarti ketetapan, perintah atau pemberitaan. Sedangkan menurut Imam Al-Zuhri qadha memiliki arti banyak dan semua pengertian yang berkaitan dengan qadha kembali kepada makna kesempurnaan.
"Dan tatkala mereka masuk menurut yang diperintahkan ayah mereka, maka (cara yang mereka lakukan itu) tiadalah melepaskan mereka sedikitpun dari takdir Allah, akan tetapi itu hanya suatu keinginan pada diri Ya'qub yang telah ditetapkannya. Dan sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan, karena Kami telah mengajarkan kepadanya. Akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui." (QS Yusuf 68)
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS al-Israa`:23)
“Dan telah Kami wahyukan kepadanya (Luth) perkara itu, yaitu bahwa mereka akan ditumpas habis di waktu subuh.” (QS al-Hijr: 66)
Adapun kata qadar berasal dari kata qaddara yuqaddiru taqdiiran yang berarti penentuan. Pengertian ini bisa kita lihat dalam Al-Qur'an surat Al-Fushilat ayat 10, "Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang orang yang bertanya."
Dari sudut terminologi, qadha adalah pengetahuan yang lampau, yang telah ditetapkan oleh Allah pada zaman azali. Adapun qadar adalah terjadinya suatu ciptaan yang sesuai dengan penetapan (qadha). Ibnu Hajar berkata, “Para ulama berpendapat bahwa qadha adalah hukum kulli (universal) ijmali (secara global) pada zaman azali, sedangkan qadar adalah bagian-bagian kecil dan perincian-perincian hukum tersebut.” (Fathul-Baari 11/477)
Segala hal yang terjadi baik itu anugerah atau bencana semuanya datang dari Allah SWT. Beriman atau mempercayai qadha dan qadar merupakan kewajiban semua umat Islam karena Allah telah menetapkan qadha dan qadar sebagai rukun Imam ke enam.
Ketetapan Allah telah dituliskan sejak di zaman ajali sebelum manusia diciptakan. Hal ini tercermin dari kalamullah Surat Al-Hadid ayat 22-23, “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul-Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,”
Meskipun segala perkara yang berkaitan dengan kehidupan manusia sudah ditentukan oleh Allah SWT sejak sebelum manusia diciptakan, manusia tidak boleh berpasrah diri menyerahkan segala sesuatu kepada takdir. Manusia diberikan kesempatan untuk mendapatkan takdir yang lebih baik untuk dirinya dengan cara berusaha dan berdoa. Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
“Tiada seorangpun dari kalian kecuali telah ditulis tempatnya di neraka atau di surga. Salah seorang dari mereka berkata, ‘Bolehkah kami bertawakal saja, ya, Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Tidak, (akan tetapi) beramallah …karena setiap orang dimudahkan (dalam beramal).’ Kemudian, beliau membaca ayat ini, ‘Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah), bertakwa dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil, merasa dirinya cukup dan mendustakan pahala yang terbaik, maka kami kelak akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar (al-Lail: 5-10).’” (HR Bukhari dan Muslim)
Lazuardi Birru