Galeri Kitab Kuning | Al-Habib Al-Qutub Abubakar Bin Muhammad Assegaf, merupakan satu diantara ulama dan habaib yang menyandang kewalian al-Qutub.
Ulama asal Gresik, Jawa Timur ini menjadi salah satu ulama yang sangat dihormati di Indonesia. Haulnya yang diadakan tiap tahun selalu dihadiri puluhan ribu masyarakat dari berbagai wilayah baik dari dalam negeri hingga luar negeri.
Bagaimana sejarah hidup Ulama yang juga dikenal sebagai penyusun Sholawat Qomarul Wujud tersebut? simak ulasan sejarahnya berikut ini.
Baca Juga : Teks Sholawat Qomarul Wujud-Habib Abu Bakar Bin Muhammad Assegaf-Arab latin dan Artinya
Sejarah al-Habib al-Qutub Abu Bakar bin Muhammad Assegaf
Al-Habib Al-Qutub Abubakar bin Muhammad Assegaf lahir di kota Besuki, Jawa Timur, pada tahun 1285 H. Semenjak kecil beliau sudah ditinggal oleh ayahnya yang wafat di kota Gresik.
Pada tahun 1293 H, Habib Abubakar kemudian berangkat ke Hadramaut karena memenuhi permintaan nenek beliau, Syaikhah Fatimah binti Abdullah 'Allan.
Beliau berangkat kesana ditemani dengan Al-Mukarram Muhammad Bazmul.
Sesampainya disana, beliau disambut oleh paman, sekaligus juga gurunya, yaitu Abdullah bin Umar Assegaf, beserta keluarganya.
Kemudian beliau tinggal di kediaman Al-Arif Billah Al-Habib Syeikh bin Umar bin Saggaf Assegaf.
Riwayat Pendidikan Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf
Saat berada di kota Seiwun beliau belajar ilmu figih dan tasawuf kepada pamannya Al-Habib Abdullah bin Umar Assegaf. Hiduplah beliau dibawah bimbingan gurunya itu.
Baca Juga : Profil dan Biografi Singkat Prof. Quraish Shihab, Keturunan Nabi Yang Tidak Dipanggil Habib
Bahkan beliau dibiasakan oleh gurunya untuk bangun malam dan shalat tahajud meskipun usia beliau masih kecil.
Guru-guru Abu Bakar bin Muhammad Assegaf
Selain berguru kepada pamannya, beliau juga mengambil ilmu dari para ulama besar yang ada disana. Diantara guru-guru beliau disana antara lain :
1. Al-Habib Al-Qhutb Sulthanul Awliya Ali bin Muhammad Alhabsyi, penyusun kitab maulid “Simthud Duhror”.
2. Al-Habib Muhammad bin Ali Assegaf
3. Al-Habib Idrus bin Umar Alhabsyi
4. Al-Habib Ahmad bin Hasan Alatas
5. Al-Habib Al-Imam Abdurrahman bin Muhammad Almasyhur (Mufti Hadramaut saat itu).
6. Al-Habib Syeikh bin Idrus Alaydrus
Guru beliau, yakni Al-Habib Al-Qutub Ali bin Muhamad Al Habsyi muallif Simtud Dhuror, telah melihat tanda-tanda kebesaran dalam diri muridnya, yakni Habib Abubakar dan akan menjadi seorang yang mempunyai kedudukan yang tinggi.
Baca Juga : Biografi Habib Salim Bin Abdullah Assyathiri - Sulton Ilmi - Dari Tarim Yaman
Al-Habib Ali Alhabsyi berkata kepada seorang muridnya, "Lihatlah mereka itu, 3 wali min auliyaillah, nama mereka sama, keadaan mereka sama, dan kedudukan mereka sama. Yang pertama, sudah berada di alam barzakh, yaitu Al-Habib Al-Qutub Abubakar bin Abdullah Alaydrus. Yang kedua, engkau sudah pernah melihatnya pada saat engkau masih kecil, yaitu Al-Habib Al-Qutub Abubakar bin Abdullah Alatas. Dan yang ketiga, engkau akan melihatnya di akhir umurmu". Mereka mencapai tingkatan maqam Sayidina Abu Bakar ash-shidiq.ra.
Bermimpi Rasulullah saw.
Ketika usia murid tersebut sudah menginjak usia senja, ia bermimpi melihat Nabi SAW 5 kali dalam waktu 5 malam berturut-turut.
Dalam mimpinya itu, Nabi SAW berkata kepadanya,
"(terdapat kebenaran) bagi yang melihatku di setiap kali melihat. Kami telah hadapkan kepadamu cucu yang sholeh, yaitu Abubakar bin Muhammad Assegaf. Perhatikanlah ia".
Baca Juga : Biografi Habib Zain Bin Ibrahim Bin Smith - Madinah
Murid tersebut sebelumnya belum pernah melihat Habib Abubakar, kecuali di mimpinya itu. Setelah itu ingatlah ia dengan perkataan gurunya, Al-Habib Ali Alhabsyi, "Lihatlah mereka itu, 3 wali min auliyaillah...".
Tidak lama setelah kejadian mimpinya itu, ia pun meninggal dunia, persis sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Habib Ali bahwa ia akan melihat Habib Abubakar di akhir umurnya.
Kembali Ke Indonesia dan Memulai Dakwah
Setelah menuntut ilmu disana, pada tahun 1302 H beliau pun akhirnya kembali ke pulau Jawa bersama Habib Alwi bin Saggaf Assegaf, dan menuju kota Besuki.
Baca Juga : Biografi Maulana Habib Luthfi Bin Yahya Pekalongan
Disinilah beliau mulai mensyiarkan dakwah Islamiyyah di kalangan masyarakat. Kemudian pada tahun 1305 H, disaat usia beliau masih 20 tahun, beliau pindah menuju kota Gresik.
Di pulau Jawa, beliaupun masih aktif mengambil ilmu dan manfaat dari ulama-ulama yang ada disana saat itu, diantaranya yaitu :
1. Al-Habib Quthb Aqthab Abdullah bin Muhsin Alatas (Bogor)
2. Al-Habib Quthb Abdullah bin Ali Alhaddad (wafat di Jombang)
3. Al-Habib Sulthanul Awliya Ahmad bin Abdullah bin Thalib Alatas (Pekalongan)
4. Al-Habib Al-Qhutub Ghauts Abubakar bin Umar Bin Yahya (Surabaya)
5. Al-Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi (Surabaya)
6. Al-Habib Muhammad bin Ahmad Almuhdhor (wafat di Surabaya)
Pada suatu hari disaat menunaikan shalat Jum'at, datanglah ilhaamat rabbaniyyah kepada diri beliau untuk ber- uzlah dan mengasingkan diri dari keramaian duniawi dan godaannya, menghadap kebesaran Ilahiah, ber-tawajjuh kepada Sang Pencipta Alam, dan menyebut keagungan nama-Nya di dalam keheningan.
Hal tersebut beliau lakukan dengan penuh kesabaran dan ketabahan.
Waktu pun berjalan demi waktu, sehingga tak terasa sudah sampai 15 tahun lamanya.
Beliau pun akhirnya mendapatkan ijin untuk keluar dari uzlahnya, melalui isyarat dari guru beliau, yaitu Al-Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi.
Baca Juga : Habib Umar bin Hafidz - Sosok Ulama Tarim, Hadramaut Yaman
Berkata Al-Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi, "Kami memohon dan ber-tawajjuh kepada Allah selama 3 malam berturut-turut untuk mengeluarkan Abubakar bin Muhammad Assegaf dari uzlahnya".
Setelah keluar dari uzlahnya, beliau ditemani dengan Al-Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi berziarah kepada Al-Imam Al-Habib Alwi bin Muhammad Hasyim Assegaf.
Sehabis ziarah, beliau dengan gurunya itu langsung menuju ke kota Surabaya dan singgah di kediaman Al-Habib Abdullah bin Umar Assegaf.
Masyarakat Surabaya pun berbondong-bondong menyambut kedatangan beliau di rumah tersebut.
Tak lama kemudian, Al-Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi berkata kepada khalayak yang ada disana seraya menunjuk kepada Habib Abubakar,
"Beliau adalah suatu khazanah daripada khazanah keluarga Ba'alawi. Kami membukakannya untuk kemanfaatan manusia, baik yang khusus maupun yang umum".
Semenjak itu Habib Abubakar mulai membuka majlis taklim dan dzikir di kediamannya di kota Gresik.
Masyarakat pun menyambut dakwah beliau dengan begitu antusias.
Dakwah beliau tersebar luas, dakwah yang penuh ilmu dan ikhlas, semata-mata mencari ridhallah.
Dalam majlisnya, beliau setidaknya telah mengkhatamkan kitab Ihya Ulumiddin sebanyak 40 kali.
Dan merupakan kebiasaan beliau, setiap kali dikhatamkannya pembacaan kitab tersebut, beliau mengundang jamuan kepada masyarakat luas.
Suatu kisah ketika Al-Habib Alwy bin Ali bin Muhammad Al-Habsyi (Solo), putera Al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi (Seiwun), penyusun kitab Maulid Simthud Duhror, dan ayah dari Al-Habib Anis bin Alwy bin Ali bin Muhammad Al-Habsyi (Solo) datang ke Gresik ke kediaman Al-Habib Abu Bakar, Dalam majelis itu lalu dibacakan kumpulan mimpi Habib Alwi bin Abdullah Alaydrus yang tinggal di Pekalongan.
Beliau pernah mimpi bertemu Rasulullah SAW. Dalam mimpinya beliau SAW berkata kepadanya,
“Jika engkau rindu kepadaku, pandanglah wajah Abubakar bin Muhammad Assegaf sampai ke dagunya.”
Kebetulan saat itu Sayyidiy Alwi duduk berhadapan dengan Habib Abubakar. Al-‘Am Abdulkadir bin Hadi meminta agar Sayyidiy Alwi duduk di samping Habib Abubakar.
“Biarkan aku duduk di hadapan Habib Abubakar demi melaksanakan perintah Al-Musthofâ (rasulullah) saw dalam mimpi tadi,” kata Sayyidiy Alwi.
Habib Abubakar berkata, “Seseorang bertanya kepadaku tentang hâl Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi, gurunya. Aku jawab, Habib Ali bagaikan matahari. Yakni, nur, manfaat dan sikap shidq beliau seperti matahari.
Habib Ali telah memberikan manfaat kepada banyak hamba Allah. Setiap hamba memperoleh manfaat dan cahaya beliau ra.
Semoga Allah meridhoi mereka semua, memberi kita manfaat berkat mereka dan memberi kita karunia mereka, meskipun niat dan amal kita jauh dari niat dan amal mereka. Semoga Allah tidak mengharamkan kita dari kebaikan yang ada di sisi-Nya karena keburukan amal kita.”
Abdulkadir bin Umar Maulakhela kemudian melantunkan syair Habib Ali:
Suara nyanyian, menghibur hati
dengannya, hilang segala duka
Setelah qoshidah selesai dibawakan, Habib Abubakar bertanya, “Qoshidah siapa itu?” “Qoshidah Habib Ali,” jawab seseorang.
Beliau lalu bercerita, “Ketika aku di Hadramaut, Habib Ali memiliki hubungan yang sangat erat denganku.
Pernikahanku yang pertama, beliaulah yang menikahkan dan membiayainya. Ketika aku hendak pergi ke Jawa, beliau berkata kepadaku, ‘Jika kau ingin menikah lagi, aku akan menikahkanmu.’ Namun aku tidak mau, beliau lalu mengizinkan aku pergi ke Jawa.”
(Setelah diam sesaat) Habib Abubakar melanjutkan, “Aku tidak berdiri, duduk, atau mengerjakan sesuatu, kecuali atas petunjuk beliau. Dan beliau selalu ada di dekatku.”
Habib Abubakar berkata kepada Sayyidiy Alwi, “Kita semua berada dalam keberkahan ayahmu. Saat ini Habib Ali Al-Habsyi bersama kita di tempat ini. Dan setiap hari ia bersamaku di sini.”
Di antara ucapan Habib Abubakar, semoga Allah memanjangkan umur beliau, karena ingin menyebut-nyebut nikmat Allah adalah sebagai berikut,
“Saat aku sakit, Al-Musthofâ saw datang menjengukku dan aku dalam keadaan sadar (yaqodhoh). Aku berpelukan dengan beliau di tempat ini. (sambil menunjuk tempat yang biasa beliau duduki) Sayidina Al-Faqîh Al-Muqoddam juga pernah datang ke tempat ini setelah sholat Ashar dan aku dalam keadaan jaga. Aku sedang duduk di atas sajadah, tiba-tiba Sayidina Al-Faqîh Al-Muqoddam datang diapit dua orang lain. Salah seorang di antara mereka berkata, “Kenalkah kau orang ini?” katanya seraya menunjuk orang yang di tengah.
“Tidak,” jawabku.
“Beliau adalah kakekmu, Sayidina Al-Faqîh Al-Muqoddam,” kata orang itu.
Semoga Allah meridhoi mereka semua dan memberi kita manfaat di dunia dan akhirat berkat mereka.
Sayidina Al-Ârifbillâh, Nûruddîn, Imâmul Muttaqîn, Ali bin Muhammad Al-Habsyi dalam kalam beliau berkata,
“Ahwâl kaum arifin tidak bisa dijangkau akal manusia. Diperlukan iman dan kepasrahan (taslîm) untuk mempercayainya. Dan kami mempercayai dan membenarkannya.
Imam Abu Qasim Al-Junaid.ra berkata:
"Membenarkan pengetahuan kami merupakan kewalian yang kecil"
Kami beriman kepada Allah dan segala sesuatu yang datang dari-Nya, dan dari Rasul-Nya saw serta keistimewaan-keistimewaan yang diberikan Allah kepada para wali-Nya. Semoga Allah tidak mengharamkan segala kebaikan yang ada di sisi-Nya karena keburukan kami. Kami hanya dapat berkata, “Ya Allah, tunjukilah kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, bukannya jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan pula jalannya orang-orang yang sesat.”
Beliau adalah seorang yang ghirahnya begitu tinggi dalam mengikuti jalan, atribut dan akhlak keluarga dan Salafnya Saadah Bani Alawi.
Majlis beliau senantiasa penuh dengan mudzakarah dan irsyad menuju jalan para pendahulunya.
Majlis beliau tak pernah kosong dari pembacaan kitab-kitab mereka. Inilah perhatian beliau untuk tetap menjaga thoriqah salafnya dan berusaha berjalan diatas... qadaman ala qadamin bi jiddin auza'i.
Itulah yang beliau lakukan semasa hayatnya, mengajak manusia kepada kebesaran Ilahi.
Waktu demi waktu berganti, sampai kepada suatu waktu dimana Allah memanggilnya. Disaat terakhir dari akhir hayatnya, beliau melakukan puasa selama 15 hari, dan setelah itu beliau pun menghadap ke haribaan Ilahi.
Beliau wafat pada tahun 1376 H pada usia 91 tahun. Jasad beliau disemayamkan di sebelah masjid Jami, Gresik.