Ambisi Putin; Rusia Kembali Sebagai Super Power?

Oleh : Asad Said Ali

Vladimir Putin adalah mantan perwira dinas intelijen luar negeri Uni Soviet yg dikenal dg KGB. Ia mendukung Boris Yeltsin yang melakukan kudeta  terhadap  Gorbachev pada 1991 menjelang bubarnya Uni Soviet yang kemudian pecah menjadi 15 negara baru. Putin kemudian bergabung kedalam Partai Rusia Bersatu dan ditunjuk sebagai Perdana Menteri oleh Yeltsin. 

Boris Yeltsin berhasil mengendalikan wilayah Rusia ex Era kekaisaran / Tzar.  Beberapa wilayah berusaha melepaskan diri misalnya Chehnya dan Dagestan tetapi bisa diredam. Kini wilayah Rusia meliputi 14 Republik  ( negara bagian ), 23 Oblast/propinsi. Pada tahun 2000 Putin dipilih sebagai presiden untuk pertama kali setelah mengalahkan saingannya Gennady Zyugenov ketua Partai Komunis Rusia. Dan dipilih untuk kedua kalinya pada th 2012.

Dibawah Putin Rusia semakin terkonsolidasi secara ekonomi dan politik terutama dg menjalin kerjasama keamanan dan ekonomi dengan 14 negara ex Uni Soviet lain. Dengan negara  Asia Tengah ( Kazakstan, Uzbekistan, Turkmenistan, Tajikistan, Kirgistan ), dg perbatasan sisi barat  (Belarus, Latvia, Lituania dan Estonia / kecuali Ukraina )dan dg wilayah Kaukasia yaitu Moldova, Georgia, Armenia dan Azerbaijan.

Namun federasi Rusia selama dua dekade disibukkan oleh konsolidasi  internal dibidang politik- keamanan dan ekonomi.  Baru pd jabatan kedua sbg presiden, Putin mampu. menciptakan stabilitas polkam dan kemajuan ekonomi sehingga mendorong upaya untuk tampil kembali sebagai kekuatan dunia.Yang menarik adalah bukan hanya melalui diplomasi , tetapi juga dibarengi dengan invasi ke negara tetangga dan kegiatan spionase yg intens.

Invasi ke Ukraina diawali dengan merebut Semenanjung Crimea pada 2014, sebab wilayah itu mempunyai nilai stategis sebagai pintu masuk ke Laut Tengah ( Warm Water policy ). Kemudian dilanjutkan invasi ke Donestk, Lohans dan kini masuk lebih jauh kedalam wilayah Ukraina. Tujuan pokoknya adalah agar NATO menolak keinginan Ukraina sebagai anggauta baru.Sebaliknya Rusia ingin Ukraina sebagai buffer zone yang memisahkan Rusia dengan Eropa Barat / NATO.

Langkah berani Rusia tersebut didahului dengan serangkaian operasi intelejen terhadap Amerika Serikat / AS yang sedang memusatkan dalam perang dagang dg RRC. Beberapa kali intelijen Rusia berhasil meretas  jaringan internet lembaga  keuangan , administrasi pemerintahan dan keamanan AS. Rusia juga terlibat spionase dan kontra spionase dg Inggris,sekutu terdekat AS.

Bahkan Rusia juga diduga melakukan spionase dalam pemilihan presiden AS pd 2016 guna mendukung Donald Trump yang dianggap lebih menguntungkan Rusia.. Demikian juga dalam pilpres AS 2020, Intel Rusia menciptakan isu penyuapan bisnis keluarga Capres Joe Biden di Ukraina agar tidak terpilih. 

Upaya Rusia untuk tampil kembali sebagai salah satu super power menyaingi AS sesungguhnya telah dimulai pd 2006. Dalam hal ini Rusia bersama RRC , Kazakstan, Uzbekistan, Tajikistan, Kirgistan mendeklarasikan Shanghai Cooperation Council / SCO yang dimaksudkan sebagai rintisan aliansi pertahanan baru. Amerika Serikat pernah melamar menjadi observer,tetapi ditolak.

Dalam invasi ke Ukraina saat ini, Putin dengan cerdik melancarkan psy war, suatu tehnik dalam kegiatan intelijen /spionase dengan cara menyebar informasi ttg perintah untuk menyiapkan senjata nuklir guna menakut nakuti lawan. Opini dunia pada saat ini umumnya waswas atau khawatir bahwa Putin akan memulai “ perang nuklir”.  Mungkin Putin dalam hati berkata ; Nah kena lu.
LihatTutupKomentar

Terkini