Bangsa-bangsa kuno Babilonia, Mesir, Cina, India, Persia dan Yunani telah mengenal astronomi (falak) dan astrologi (nujum) secara bersamaan dengan caranya masing masing, namun ketika itu falak (astronomi) belum menjadi sebuah disiplin ilmu pengetahuan. Kemudian muncul peradaban Yunani pada abad ke 6 sm yang menjadikan astronomi sebagai ilmu pengetahuan.
Dalam Islam, pada awalnya ilmu falak juga tidak lebih hanya sebagai kajian nujumisme (astrologi),hal ini terjadi antara lain dengan dua alasan : Pertama, kebiasaan mereka di padang pasir yang luas serta kecintaan mereka pada bintang-bintang untuk mengetahui tempat terbit dan terbenamnya, serta mengetahui pergantian musim. Kedua, keterpengaruhan mereka terhadap kebiasaan bangsa-bangsa tetangga yang punya kebiasaan yang sama (astrologi).
Datangnya Rasulullah S.A.W. beserta risalahnya, menjelaskan bahwa: Waktu menurut Allah SWT adalah sama. Ini membawa konsekwensi dalam Islam bahwa kegiatan astrologi dilarang. Kemudian, sepeninggalnya Rasulullah S.A.W. tepatnya pada masa dinasti Abbasiyah, Ja`far Al-mansur berjasa meletakan ilmu falak pada posisi istimewa, setelah ilmu tauhid, fiqh dan kedokteran. Ketika itu, Ilmu falak (astronomi) adalah sebuah ilmu pengetahuan yang sangat istimewa, apalagi dalam menentukan waktu sholat, arah kiblat dan lain lain. Namun, lebih dari itu, ilmu ini lebih dikembangkan sebagai pondasi dasar terhadap perkembangan science seperti ilmu pelayaran, pertanian, kemiliteran dan pemetaan.
Pada masa pemerintah Khalifah Al-makmun, kajian astronomi dibuat secara sistematik dan intensif yang melahirkan sarjana-sarjana islam, semisal Al-battani (w.317H), Al-buzani (w.387H), Ibnu Yunus (w.399 H), Attusy (w.672H), Albayruni (w.442H). Era Al-makmun ini mulai marak pula gerakan penerjemahan literatur-literatur falak barat kedalam bahasa arab, seperti buku Miftah an-Nujum yang di-nisbat-kan pada Hermes agung (Hermes Al-hakim)
Ilmu hisab dari waktu ke waktu terus mengalami perkembangan dikarenakan tingginya tingkat akurasi atau kecermatan produk hitungan. Adapun yang mempengaruhi perkembangan ilmu falak/hisab karena adanya observasi atau rukyat terhadap posisi benda-benda langit , disamping faktor penemuan alat-alat observasi yang lebih tajam, alat-alat perhitungan yang lebih canggih dan cara perhitungan yang lebih cermat seperti ilmu ukur segitiga bola (Trigonometri)