Baitul Muslimin Indonesia, Masjid Tanpa Bulan dan Bintang

Kamis, 29/03/2007 18:57 WIB
Gagah Wijoseno - detikNews

Jakarta, Baitul Muslimin berarti rumah bagi kaum muslim. Lembaga inilah yang dibentuk PDI Perjuangan sebagai sayap barunya. Tentu menarik, karena selama ini PDI Perjuangan dianggap sebagai partai nasionalis yang abangan. Tapi, dari logo lembaga ini, ada pihak yang mengkritisinya: mengapa logo masjidnya tanpa bulan bintang? Nama lengkap lembaga yang baru dideklarasikan oleh Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Kamis (29/3/2007), adalah Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi). Lembaga ini dipimpin Prof Dr H. Hamka Haq, MA. Kesan pertama terhadap lembaga ini begitu menggoda. Apalagi logonya. Logo lembaga ini adalah dua atap masjid warna hijau dengan latar berwarna merah. Ada tulisan 'Baitul Muslimin Indonesia' melingkari lambang ini. Tapi, mengapa kok atap masjidnya berbentuk segitiga dan tanpa gambar bulan bintang? Bangunan masjid di Indonesia sudah terbiasa dengan kubah atau atap berbentuk dome. Selain itu, di atas kubah juga biasanya terdapat tiang yang di puncaknya terdapat gambar bintang dan bulan. Ketika menggelar jumpa pers seusai deklarasi Bamusi di kantor DPP PDIP, Jl. Lenteng Agung, Jakarta, Sekjen DPP PDIP Pramono Anung sempat ditanya mengenai hal ini. "Mengapa kubah masjid bentuknya seperti gereja dan tidak ada bulan bintang?" tanya seorang wartawan. "Ini adalah kubah masjid yang dibuat Bung Karno. Kubah masjid ini memang khas di Bengkulu," kata Pramono meyakinkan. Menurut Pramono, bentuk logo, termasuk bentuk kubah masjid dan warnanya sudah dibahas dalam rapat. "Ibu Mega sendiri yang mengusulkan warna dan bentuk lambangnya," jelas Pramono. Tentang kombinasi warna hijau dan merah, Pramono menjelaskan bahwa itu sebagai lambang menyatunya nasionalis relijius. "Jadi sekarang tidak ada dikotomi di antara keduanya. Dengan demikian, kita bisa bersama-sama untuk membangun bangsa," jelas dia. Sementara itu, Ketua Umum Bamusi Hamka Haq menjelaskan bahwa bentuk atap masjid seperti itu adalah masjid yang berjiwa lokal. "Bentuk atap masjid seperti ini cocok di Indonesia, karena curah hujan tinggi, sehingga kalau ada hujan, langsung bisa turun ke sana. Ini berbeda dengan masjid-masjid di tempat lain," kata dia. (asy/asy)
LihatTutupKomentar

Terkini