Sebenarnya dalam kitab Tarikh Ibnu Hisyam dinyatakan bahwa keberangkatan hijrah Rasulullah dari Mekah ke Madinah adalah pada akhir bulan Shafar, dan tiba di Madinah pada awal bulan Rabiul Awal. Jadi bukan pada tanggal 1 Muharram sebagaimana anggapan sebagian orang. Sedangkan penetapan Bulan Muharram sebagai awal bulan dalam kalender Hijriyah adalah hasil musyawarah pada zaman Khalifah Umar bin Khatthab ra tatkala mencanangkan penanggalan Islam.
Pada saat itu ada yang mengusulkan Rabiul Awal sebagai l bulan ada pula yang mengusulkan bulan Ramadhan. Namun kesepakatan yang muncul saat itu adalah bulan Muharram, dengan pertimbangan pada bulan ini telah bulat keputusan Rasulullah saw untuk hijrah pasca peristiwa Bai'atul Aqabah, dimana terjadi bai'at 75 orang Madinah yang siap membela dan melindungi Rasulullah SAW, apabila beliau datang ke Madinah. Dengan adanya bai'at ini Rasulullah pun melakukan persiapan untuk hijrah, dan baru dapat terealisasi pada bulan Shafar, meski ancaman maut dari orang-orang Quraisy senantiasa mengintai beliau.
Peristiwa hijrah ini seyogyanya kita ambil sebagai sebuah pelajaran berharga dalam kehidupan kita. Betapapun berat menegakkan agama Allah, tetapi seorang muslim tidak layak untuk mengundurkan diri untuk berperan didalamnya. Rasulullah SAW, ketika akan keluar dari rumah sudah ditunggu orang-orang yang ingin membunuhnya. Begitu selesai melewati mereka, dan harus bersembunyi dahulu di sebuah goa, masih juga dikejar, namun mereka tidak berhasil dan beliau dapat meneruskan perjalanan. Namun pengejaran tetap dilakukan, tetapi Allah menyelamatkan beliau yang ditemani Sayyiduna Abu Bakar hingga sampai di Madinah dengan selamat. Allah menolong hamba yang menolong agamaNya.
Perjalanan dari Mekah ke Madinah yang melewati padang pasir nan tandus dan gersang beliau lakukan demi sebuah perjuangan yang menuntut sebuah pengorbanan. Namun dibalik kesulitan ada kemudahan. Begitu tiba di Madianah, dimulailah babak baru perjuangan Islam.
Perjuangan demi perjuangan beliau lakukan. Menyampaikan wahyu Allah, mendidik manusia agar menjadi masyarakat yang beradab dan terkadang harus menghadapi musuh yang tidak ingin hadirnya agama baru. Tak jarang beliau turut serta ke medan perang untuk menyabung nyawa demi tegaknya agama Allah, hingga Islam tegak sebagai agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk dunia saat itu. Lalu sudahkah kita berbuat untuk agama kita?
Barangkali kita tidak memperhatikan bahwa ibadah yang kita lakukan seringkali berkait erat dengan penanggalan Hijriyah. Akan tetapi hari yang istimewa bagi kebanyakan dari kita bukan hari Jum'at, melainkan hari Minggu. Karena kalender yang kita pakai adalah Kalender Masehi. Dan sekedar mengingatkan, hari Minggu adalah hari ibadah orang-orang Nasrani. Sementara Rasulullah SAW menyatakan bahwa hari jum'at adalah sayyidul ayyam (hari yang utama diantara hari yang lain).
Demikian pula penetapan hari raya kita, baik Idul Adha maupun Idul Fitri pun mengacu pada hitungan kalender Hijriyah. Wukuf di Arafah yang merupakan satu rukun dalam ibadah haji, waktunya pun berpijak pada kalender hijriah. Begitu pula awal Puasa Ramadhan, puasa ayyamul Bidh ( tanggal 13,14,15 tiap bulan) dan sebagainya mengacu pada Penanggalan Hijriah. Untuk itu seyogyanya bagi setiap muslim untuk menambah perhatiannya pada Kalender Islam ini.
Habib Sholeh bin Ahmad bin Salim Al Aydrus