Awal Mula Kiblat Pindah ke Ka'bah

 ﻛَﺎﻥَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺻَﻠَّﻰ ﻧَﺤْﻮَ ﺑَﻴْﺖِ ﺍﻟْﻤَﻘْﺪِﺱِ ﺳِﺘَّﺔَ ﻋَﺸَﺮَ ﺃَﻭْ ﺳَﺒْﻌَﺔَ ﻋَﺸَﺮَ ﺷَﻬْﺮًﺍ ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻳُﺤِﺐُّ ﺃَﻥْ ﻳُﻮَﺟَّﻪَ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﻜَﻌْﺒَﺔِ ﻓَﺄَﻧْﺰَﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪُ } ﻗَﺪْ ﻧَﺮَﻯ ﺗَﻘَﻠُّﺐَ ﻭَﺟْﻬِﻚَ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀِ }

( ﺻﺤﻴﺢ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ )

“Dan bahwasanya Rasulullah SAW shalat menghadap Baitul Maqdis, selama 16 atau 17 bulan (sebagian pendapat mengatakan yang dimaksud 16,5 bulan di Madinah), dan Rasulullah SAW menginginkan shalat menghadap Ka’bah, maka Allah turunkan: Kami (Aku) Telah Melihat Pandanganmu (Wahai Muhammad SAW) Selalu Menanti Kabar Dari Langit (Wahyu)… hingga akhir ayat QS Albaqarah 144 (Shahih Bukhari)

Allah subhanahu wata’ala berfirman:

ﻗَﺪْ ﻧَﺮَﻯ ﺗَﻘَﻠُّﺐَ ﻭَﺟْﻬِﻚَ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀِ ﻓَﻠَﻨُﻮَﻟِّﻴَﻨَّﻚَ ﻗِﺒْﻠَﺔً ﺗَﺮْﺿَﺎﻫَﺎ ﻓَﻮَﻝِّ ﻭَﺟْﻬَﻚَ ﺷَﻄْﺮَ ﺍﻟْﻤَﺴْﺠِﺪِ ﺍﻟْﺤَﺮَﺍﻡِ ﻭَﺣَﻴْﺚُ ﻣَﺎ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﻓَﻮَﻟُّﻮﺍ ﻭُﺟُﻮﻫَﻜُﻢْ ﺷَﻄْﺮَﻩُ ﻭَﺇِﻥَّ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺃُﻭﺗُﻮﺍ ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏَ ﻟَﻴَﻌْﻠَﻤُﻮﻥَ ﺃَﻧَّﻪُ ﺍﻟْﺤَﻖُّ ﻣِﻦْ ﺭَﺑِّﻬِﻢْ ﻭَﻣَﺎ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺑِﻐَﺎﻓِﻞٍ ﻋَﻤَّﺎ ﻳَﻌْﻤَﻠُﻮﻥَ

( ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ : 144 )

“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit , maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” ( QS: Al Baqarah : 144 )

Ayat ini turun di bulan Sya’ban Al Mubaarak, dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sudah menginginkan kiblat untuk diarahkan ke Ka’bah tapi beliau selama di Madinah tetap mengarahkan kiblat ke Baitul Maqdis, maka ketika itu turunlah ayat tersebut.

Allah berfirman:

ﻗَﺪْ ﻧَﺮَﻯ ﺗَﻘَﻠُّﺐَ ﻭَﺟْﻬِﻚَ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀِ

“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit”

Kalimat “Kami” bermakna “Aku”, namun kalimat “kami” bermakna untuk memuliakan, sebagaimana dijelaskan oleh para ahli bahasa bahwa tidak ada satu pun kalimat subjek dari semua bahasa yang pantas untuk Allah subhanahu wata’ala, oleh sebab itu di dalam Al Qur’an terkadang Allah subhanahu wata’ala mengatakan dengan kalimat ﺃﻧﺎ ( Aku ), terkadang juga mengatakan dengan kalimat ﻧﺤﻦ ( Kami ), dan terkadang mengatakan dengan kalimat ﻫﻮ (Dia) untuk Dzat-Nya, karena tidak ada ada satu pun kalimat yang layak untuk Dzat Allah subhanahu wata’ala, karena Allah tidak bisa disamakan dengan makhluk. Jika seandainya Allah hanya memakai dhamir (kata ganti) ﺃﻧﺎ (Aku) untuk Dzat-Nya maka manusia tidak boleh menggunakan kalimat ﺃﻧﺎ (aku) karena telah digunakan tunggal untuk Allah subhanahu wata’ala maka manusia tidak boleh menyamai Allah.

Dan jika Allah hanya menggunakan kalimat ﻧﺤﻦ (kami) saja untuk dzat-Nya maka kalimat itu tidak boleh juga dipakai oleh manusia, dan jika Allah subhanahu wata’ala hanya menggunakan kalimat ﻫﻮ (dia) saja untuk menyebutkan dzat-Nya maka manusia tidak boleh menggunakan kalimat itu.

Oleh karena itu Allah subhanahu wata’ala menggunakan ketiga kata ganti tersebut, sesekali Allah menggunakan kalimat ﺃﻧﺎ , sebagaimana firman-Nya:

ﻟَﺎ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻟَّﺎ ﺃَﻧَﺎ

“ Tiada Tuhan selain Aku ”

Dan terkadang Allah subhanahu wata’ala menggunakan kalimat ﻧﺤﻦ (kami), sebagaimana firman-Nya:

ﻗَﺪْ ﻧَﺮَﻯ ﺗَﻘَﻠُّﺐَ ﻭَﺟْﻬِﻚَ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀِ

“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit”

Allah mengetahui jiwa sang nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang menginginkan kiblat diarahkan ke Ka’bah, maka Allah subhanahu wata’ala menjawabnya:

ﻓَﻠَﻨُﻮَﻟِّﻴَﻨَّﻚَ ﻗِﺒْﻠَﺔً ﺗَﺮْﺿَﺎﻫَﺎ

“maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai”.

Allah memberi kebebasan kepada nabi Muhammad untuk memilih kiblat untuk ummatnya, baik itu ke Bait Al Maqdis atau ke Ka’bah, maka nabi Muhammad menghadap dan memilih kiblat ke Ka’bah. Meskipun sebenarnya Allah telah mengetahui bahwa kiblat itu akan diarahkan ke Ka’bah, namun demikian Allah subhanahu wata’ala ingin menunjukkan kepada hamba-hamba-Nya bahwa betapa cintanya Allah subhanahu wata’ala kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sampai-sampai arah kiblat pun Allah tawarkan kepada nabi Muhammad untuk memilih kiblat yang diridhai dan Allah merestui kiblat yang dipilih oleh nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam

Kalimat pengagungan dari Allah subhanahu wata’ala kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dimunculkan dalam Al qur’anul Karim adalah sebagai tanda bahwa Allah subhanahu wata’ala sangat mencintai dan memuliakan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah ciptaan Allah, namun Allah menginginkan hamba-hamba-Nya mencintai dan memuliakan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam , sebagaimana Allah memerintahkan malaikat dan iblis untuk bersujud kepada nabi Adam As, maka bukan berarti nabi Adam As adalah tuhan kedua yang harus di sujudi, namun perintah Allah dengan bersujudnya malaikat kepada nabi Adam AS di saat itu adalah ibadah malaikat adalah merupakan ibadah kepada Allah subhanahu wata’ala dan bukan ibadah kepada nabi Adam As, akan tetapi hal itu ditolak oleh Iblis.

Maka mereka yang menolak untuk memuliakan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berhati-hatilah karena bisa wafat dalam keadaan su’ul khatimah, semoga mereka yang belum memahaminya dilimpahi hidayah oleh Allah subhanahu wata’ala.

Ayat ini turun di bulan Sya’ban Al Mukarram, dan banyak lagi kejadian-kejadian agung yang terjadi di bulan Sya’ban.


Habib Munzir al Musawwa

LihatTutupKomentar

Terkini