NGAJISALAFY.com - Dalam ilmu Nahwu terdapat 2 Mazhab (aliran) yang sangat berperan besar dalam keilmuan terutama dalam fan ilmu gramatika bahasa Arab (Nahwu Shorof). Oleh karena itu, pada postingan ini kami akan mengupas tuntas tentang aliran (mazhab) kuffah dan karakternya. Seperti apa aliran dan karakternya? Yuk! kita simak dibawah ini.
Singkat cerita setelah panglima perang kaum muslimin (Abu ‘Abid ats-Tsaqafi) terbunuh di tangan Persia, maka khalifah Umar Ibn Khatab menugaskan Sa’ad Ibn Abi Waqash yang bekerja hawazan sebagai gantinya. Maka ia pun segera memimpin 19.000 pasukan untuk bertempur hingga mereka berhasil menaklukkan Persia. Untuk menentukan tempat tinggal bagi mereka, Sa’ad memilih sebuah tempat di tepian sungai Efrat yang terkenal sangat subur tanahnya, sebuah tempat yang banyak hujan turun dan mengguyur dengan sangat deras, serta memiliki banyak sumber mata air yang memancar dari sungai seperti suburnya rerumputan yang tumbuh di sana, juga tempat pohon kurma yang tumbuh berjajar di sepanjang tepian sungai Efrat.
Daftar Isi
Pendiri Kota Kufah
Kufah didirakan oleh Sa’ad Ibn Abi Waqash pada tahun 16-17 H, atau sekitar 2-3 tahun setelah berdirinya kota Bashrah. Mayoritas penduduk kufah adalah para mantan tentara dari Bani Abbas.
Letak Geografis Kota Kufah
Kufah terletak di tepian lembah sungai Efrat yang terkenal dengan kesuburan tanahnya. Di sebelah timur berbatasan langsung dengan sungai Efrat, di sebelah selatan berbatasan dengan Najf dan disebelah barat dan utaranya berbatasan langsung dengan padang pasir yang sangat luas serta membentang hingga ke kota Syam. Melihat kesuburan tanah di kota kufah dan terbentangnya rerumputan, bunga-bungaan, dan sungai-sungai, penduduknya pun beramai-ramai mendirikan tempat tinggal yang nyaman untuk membangkitkan kejernihan jiwa dan kepekaan rasa dan imajinasi. Kesuburan ini tidak hanya di kufah saja, tetapi juga meliputi kota-kota di sekitarnya, seperti Hairah, Najf, Khirnik, Sadir,Ghariyan dan lain-lain sebagainya.
Penamaan Kota Kufah
Dalam kamus al-Muhith di sebutkan bahwa kufah pada mulanya adalah tanah yang berwarna kemerahan dengan bentuk yang membulat, atau disebut juga sebagai setiap tanah yang dilingkupi oleh kesuburan. Versi lain tentang penamaan kufah ini menyebutkan bahwa orang-orang arab yang datang dari Najf di sebelah utara kufah telah menemukan tanah yang subur ini dan mereka lalu menamainya dengan nama kufah. Kemudian Sa’ad Ibn Abi Waqash menyebut nama ini ketika mengirim surat kepada Umar Ibn Khatab. Yaqut Al-Hamawi menyebut kufah karena letak geografisnya dan karena setiap tanah atau lahan yang dilingkupi oleh kesuburan adalah kufah. Versi yang paling mendekati kebenaran yaitu saat usai penaklukan atas negri ini, kaum muslimin yang sedang mencari tempat untuk berlindung tertimpa penyakit cacar, kemudian mereka berbondong-bondong mencari tempat yang subur. Saat menemukan tempat ini, Sa’ad pun berkata kepada mereka: “Takuufuu...!, atau berkumpullah.. berkumpullah..!
Pembentukan Kota Kufah
Penduduk kufah yang sebagian besar berasal dari bangsa Arab di sebelah selatan jazirah Arab terdiri dari 20.000 orang. 12.000 di antaranya dari Yaman dan 8.000 sisanya berasal dari Madlari. Penduduk Arab yang pada mulanya menjadi penduduk Kufah adalah para pejuang penkluk negeri ini setelah mereka menaklukan Persia. Sejak saat itu, Kufah menjadi kota tempat berkumpulnya para pemimpin kabilah, para panglima perang, dan kota para pejuang. Kemudian ketika orang-orang dari segala penjuru telah berkumpul disana, Kufah menjadi kota dengan berbagai unsur baik Arab maupun non Arab, dan menjadi kiblat yang paling dianut oleh dunia Arab pada umumnya. Menjelang abad ke-4 H, penduduk Kufah berprofesi sebagai pedagang, petani, berindustri dan banyak di antara mereka yang menjadi ahli-ahli bahasa (liguistik).
Unsur budaya asing terkuat di Kufah adalah budaya Persi. Persi merupakan kelompok penduduk terbesar yang tinggal di Kufah sejak didirikannya negeri ini. Mereka bertani, mengolah lahan pertanian, dan 4000 orang di antaranya menjadi tentara dan pejuang. Sebanyak 20.000 orang dari persi ini berbondong-bondong masuk Islam di bawah pimpinan al-Mukhtar Ibn ‘Abid. Unsur terkuat ke dua adalah unsur Siryani. Mereka adalah kaum muslimin yang berasal dari Yua’abah, Nasathirah, Najf, dan Hairah. Banyak juga diantara mereka yang masuk Islam. Unsur pembentuk ke tiga adalah unsur Nabthi. Mereka tinggal dikawasan yang terbentang dari Kufah hingga ke bathaih disebelah selatan Irak. Banyak di antara mereka yang menganut agama Islam. Kemudian unsur Najran yang terdiri atas penduduk Yahudi dan Nasrani yang datang dari Yaman.
Kufah Sebagai Kubah Bagi Islam
Sebagai negeri Islam, sejarah Kufah di mulai dari peristiwa perang Badar disaat Umar Ibn Khatab beserta 70 orang sahabat dan 300 orang lainnya bermalam di Kufah. Mereka menunjuk Amar Ibn Yasir sebagai amir dan Abdullah Ibn Mas’ud sebagai muadzin dan menteri urusan keagamaan. Dr. Mahdi al-Makhzumi dan Abu Abas berkata bahwa Kufah adalah cikal-bakal negeri sastra, dan wajah dari negeri Irak, puncak impian dan harapan, tempat bermukimnya para sahabat yang terpilih dan tempat orang-orang mulia. Sebagai kota perjuangan, Kufah menjadi pusat kepemimpinan umum bagi pejuang muslim di Irak. Sebagai penghadir khalifah islamiyah pada masa kepemimpinan Ali r.a., Kufah merupakan kota yang beriman, markas besar islam, perisai dan kekuasaan tuhan yang di anugerahkan atas kehendaknya. Saat itu, kufah menjadi inspirasi bagi para pejuang, pemuka agama, dan para pemerhati umat.
Mengenai sisa-sisa fanatisme terhadap arab hal ini terlihat dari banyaknya pejuang yang datang dari Arab dan berperadaban ala badui. Mereka hidup melajang, membangga-banggakan silsilah dan nasabnya, dan enggan berbaur dengan unsur-unsur lainnya. Maka dari itu, agar terjadi tenggang rasa, maka dihapuslah ungkapan yang mengatakan bahwa “tidak ada suatu hukumpun yang paling benar kecuali hukum Arab”.
Kufah Dan Studi Nahwu
Studi Nahwu di Kufah ini dimulai dari semakin lamanya dunia perniagaan dan saling bertemunya kebudayaan yang heterogen di dalamnya. Sebagai penghormatan terhadap hijrahnya para ahli bahasa dan para penyair ke negeri ini, tepatnya sejak khalifah Umar Ibn Khatab memerintah Amr ibn Yasir sebagai pemimpin Kufah dengan Abdullah Ibn Mas’ud sebagai menterinya. Studi Nahwu di mulai dengan pembacaan ayat-ayat al-Qur’an, Hadist Nabi, Ushul Fiqh, dan pasal-pasal dalam hukum negara. Kemudian di lanjutkan dengan pembacaan terhadap riwayat-riwayat puisi dan studi sastra untuk memposisikan adat-istiadat kuno yang mereka bangga-banggakan seperti al-Mufakhirah, al-Munafarah, al-Isyadah, dan sebagainya. Studi ini di pelopori oleh Ali Hamzah As-Sa’i dan kemudian diteruskan oleh muridnya bernama Yahya Ibn Ziyad Al-Farra’i.
Nahwu Mazhab Bashrah Sebagai Titik Tolak Bagi Nahwu Mazhab Kufah
Mayoritas para ahli bahasa dan ahli nahwu dari Kufah menstudi Nahwu mereka dengan mazhab Bashrah. Sebagai contoh nama-nama seperti Abu Ja’far Ar-ru’asi mengikuti mazhab Abu Amru ibn al-Ala’i dan Isa ibn Umar dalam bermazhab Bashrah, dan Khalah Mu’adz ibn Muslim al-Harraa’i juga memanfaatkan mazhab keduanya dalam mempelajari Nahwu dan shorof. Al-Kisa’i menganut mazhab Isa ibn Umar, Khalil Ibn Ahmad, Yunus Ibn Habib, Juga mengadopsi pemikiran-pemikiran imam Sibawaih.
Studi Nahwu Mazhab Kufah
Studi nahwu di Kufah ini menggunakan titik-tolak pemikiran imam Sibawaih sebagai pemimpin dan senior bagi studi nahwu mazhab Bashrah, yang kemudian jejaknya di ikuti oleh muridnya yakni Sa’id Ibn Mas’adah. Imam Sibawaih menjadikan al-Kisa’i sebagai guru bagi anak-anaknya. Dengan kematangan cara berpikirnya, ia mulai cenderung menciptakan studi nahwu dengan mazhab Kufah, memberikan wahana yang sebesar-besarnya bagi berbagai perbedaan pendapat yang ada. Ia juga sering bertukar-pikiran dengan gurunya (sibawaih) yang sangat ia kagumi. Tidak jarang al-Kisa’i juga tidak sepakat dengan Sibawaih dalam banyak hal. Namun, hal ini tidak menjadi masalah bagi para penstudi nahwu dari Kufah yang bersepakat dengan al-Kisa’i dalam mendirikan mazhab atau madrasah Kufah ini. Adapun ide-ide dan pemikiran nahwu imam Sibawaih yang sedikit banyak dianut oleh al-Kisa’i yaitu :
1). Diperbolehkannya menta’kidkan kata yang sebenarnya berhubungan, tetapi kata tersebut terhapus dalam penggunaannya dan digantikan oleh wawu athof sebagai gantinya. Contoh :
جَاءَ الَّذِي ضَرَبْتُ نَفْسَهُ, أَىْ : ضَرَبْتُهُ نَفْسَهُ
2). Tambahan huruf jar مِنْ dalam perkataan/firman Allah SWT yang positif. Contoh:
وَيَغْفِرُلَكُمْ مِنْ ذُنُوْبِكُمْ, وَلَقَدْ جَاءَكَ مِن نَبَإِ الْمُرْسَلِيْنَ
3). Diperbolehkannya penggunaan kata إِنْ setelah bertemu dengan kata مَا. Contoh :
إِنَّمَا زَيْدًا قَائِمٌ
4). Bahwa لَعَلَّ bermakna taqlil (minimal). Contoh firman Allah SWT:
فَقُوْلاَ لَهُ قَوْلاً لَيِّنَا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
فَقُوْلاَ لَهُ قَوْلاً لَيِّنَا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
5). Bahwa لولا terkadang juga bermakna هلا. Contoh:
فَلَوْ لاَ كَانَتْ قَرْيَةٌ آَمَنَتْ فَنَفَعَهَا إِيْمَانُهَا
Hal ini juga diikuti oleh al-Fara’i dalam kumpulan karyanya, yaitu antara lain:
1). Mengakhirkan khobar apabila ia di awali dengan kata إنّ. Contoh:
إِنَّ الْعِلْمَ نُوْرٌ قَوْلُ الْمَشْهُوْرِ
2). Diperbolehkannya menggunakan لام إبتداء bagi kata-kata نِعْمَ dan بِئْسَ
3). Digunakannya إلا untuk sebagai pengganti wawu dalam perkataan maupun makna. Contoh:
لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ إِلَّا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ
4). Diperbolehkannya penggunaan athof pada dua pernyataan yang berbeda di dalam ilmu nahwu. Contoh:
فِي الدَّارِ زَيْدٌ وَالْحُجْرَةُ عُمَرٌو: بِعَطْفِ الْحُجْرَةِ عَلىَ الدَّارِ، وَعُمَرُوْ عَلىَ زَيْدٍ
Contoh-contoh diatas adalah sebagian dari ide-ide dan pemikiran para ahli nahwu mazhab Kufah yang diikuti oleh al-Ahfas selain al-Kisa’i dan al-Farra’i kemdian iman Sibawaih mengumpulkan permsalahan-permasalahan yang ada diseputar pemikiran tentang nahwu ini dengan kontribusi pemikiran dari al-Khalil dan menyusunnya menjadi sebuah buku yang dinamai dengan al-Masa’il al-Khabir. Orang-orang kemudian menjuluki sibawaih ini sebagai pioner pertama bagi nahwu mazhab Kufah yang diadopsi dari mazhab Bashrah.
Karakter Mazhab Kufah
Ahmad Amin menyimpulkan bahwa perbedaan menonjol karakter mazhab Bashroh dan Kufah adalah bahwa mazhab Basrhrah bersifat lebih bebas (tidak terikat teradisi berbahasa yang telah ada), lebih rasional lebih terorgalisir atau teratur dan lebih berpengaruh sementara mazhab Kufah kurang memberi nuansa kebebasan, lebih mempertahankan apa yang diwarisi dari orang-orang Arab meskipun kurang dapat dipertanggung jawabkan keabhasannya sekalipun mazhab Basrah menjadikan bahasa yang memiliki sistem yang dapat di nalar dan menghindari segala aspek periwayatan (untuk menentukan kaidah bahasa Arab) yang dapat mengacukan sistem bahasa sebaliknya mazhab Kufah berkarakter sebaliknya, segala yang terdengar dari orang-orang tanpa memperdulikan tingkat keabsahan atau tidaknya riwayat tersebut dijadikan rujukan mengambil keputusan sebelum kaidah bahasa.
Sedangkan Abd al-‘Ai salim mukrim menyimpulkan mazhab Kufah sebagai berikut :
- Menjadikan berbagai dialek Arab yang bertahan di daerah pendalaman sebagai rujukan atau dalil konsep bahasa.
- Menjadikan kasus bebahasa yang meskipun kurang populer (jarang terjadi) sebagai kias atau rujukan dan alasan konsep mereka.
- Menjadikian puisi, baik puisi pada zaman pra Islam (jahiliyah) maupun puisi pada masa Islam sebagai rujukan konsep bahasa mereka meskipun mereka hanya menemukan sebuah bait puisi saja.
- Merujuk pada berbagai macam atau ragam bacaan (al-Qira’at) yang telah ada.
- Merujuk pada ayat-ayat al-Qur’an dalam porsi yang lebih besar daripada mazhab bashrah.
Demikianlah uraian tentang aliran (Mazhab) kufah dan karakternya. Wallahu 'A'lam.