NGAJISALAFY.com | Lafadz laa budda (لاَبُدَّ) terdiri dari dua kata yakni laa (لاَ) nafi dan budda (بُدَّ), kemudian dimabnikan fathah maka menjadi laa budda (لاَبُدَّ). Kita sering sekali mendengar orang memberi makna pegon lafadz لاَبُدَّ = "ora keno ora" atau لاَبُدَّ = mesti. Perlu diketahui bahwasannya makna yang demikian ini sebenarnya bukanlah makna aslinya melainkan makna murodnya.
Baca Juga: Tanya Jawab Seputar Ilmu Nahwu (Muqaddimah)
Jika kita konsis pada makna aslinya, maka lafadz laa budda (لاَبُدَّ) bisa memiliki arti مَجِيْدٌ (menghindari). Dengan demikian maka lafadz laa budda (لاَبُدَّ) memiliki makna pegon "ora ono ngedohi iku maujud". Adapun khobarnya lafadz laa budda (لاَبُدَّ) adalah lafadz مَوْجُوْدٌ yang terbuang, hal ini sebagaimana yang telah dikatakan oleh Ibn Malik dalam nadzom alfiyahnya berbunyi:
وَشَاعَ فِي ذَا الْبَابِ اِسْقَاطُ الْخَبَرِ # إِذِا الْمُرَادُ مَعَ سُقُوْطِهِ ظَهَرَ
"Dalam bab ini (laa linafyil jinsi) sangat masyhur sekali mengenai pembuangan khobar, apabila memang sudah diketahui".
Makna Lain Laa Budda (لاَبُدَّ)
Dalam kamus al-Muhith disebutkan bahwa lafadz laa budda (لاَبُدَّ) bisa menggunakan arti فِرَاقٌ (pisah). Dengan demikian jika dimaknai ke pegon maka memiliki makna "ora ono misahi iku maujud". Sedangkan menurut kamus al-Munjid disebutkan bahwa lafadz laa budda (لاَبُدَّ) bisa menggunakan arti اَلْمَنَاصُ / اَلْمَهْرَبُ (tempat pelarian), maka dengan demikian ia memiliki makna pegon "ora ono nggon lumayu iku maujud".
Selain itu, ada juga yang memberi makna lafadz laa budda (لاَبُدَّ) dengan makna pegon "ora ono semugih iku maujud". Dengan demikian lafadz بُدَّ mengunakan arti غَنِيٌّ, hal ini sebagaimana disampaikan oleh KH. Ma'ruf Zainuddin ketika beliau mengajar santrinya.
Kesimpulan
- Lafadz laa budda (لاَبُدَّ) terdiri dari lafadz laa (لاَ) nafi dan budda (بُدَّ) yang dimabnikan fathah karena kemasukan laa (لاَ) nafi atau laa linafyil jinsi. Khobarnya adalah lafadz مَوْجُوْدٌ yang dibuang.
- Lafadz laa budda (لاَبُدَّ) selalu bersamaan dengan مِنْ, baik dzohiroh (tampak) maupun taqdiron (dikira-kirakan/dibuang) seperti, لاَبُدَّ مِنْ كَذَا dengan demikian ketika kita memaknai pada lafadz setelah لاَبُدَّ harus ada embel-embel "sangking" misalnya لاَبُدَّ أَنْ يَغْتَسِلَ asalnya adalah لاَبُدَّ مِنْ أَنْ يَغْتَسِلَ yang makna pegonnya adalah "orakeno ora sangking yento mbasuh".
- Apabila lafadz setelah لاَبُدَّ ditarkib menjadi fa'il maka ini adalah tarkib yang tidak benar.
- Ma'na asli dari لاَبُدَّ:
- Ora ono ngedohi iku maujud.
- Ora ono misahi iku mauju.
- Ora ono nggon lumayu iku maujud.
- Ora ono semugih iku maujud