IL Medan - Bagian dari penyuluhan hukum, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) kembali menggelar kegiatan Jaksa Menyapa di Radio KISS FM Jalan Cut Nyak Dien Medan, Kamis (10/3/2022) dengan mengusung topik "Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Kekerasan Seksual".
Kajati Sumut Idianto, SH, MH melalui Kasi Penkum, Yos A Tarigan menyampaikan, kegiatan Jaksa Menyapa menjadi bagian penting Kejaksaan untuk memberikan pencerahan dan pendidikan guna menumbuhkan kesadaran hukum secara lebih luas dan mudah. Pada akhirnya masyarakat bersedia mendukung kebijakan penegakan hukum yang baik, benar, dan memberi manfaat bagi masyarakat.
"Program ini juga dimaksudkan untuk menghadirkan komunikasi dua arah antara institusi Kejaksaan dan masyarakat. Di satu sisi masyarakat memperoleh solusi dan pencerahan terkait permasalahan hukum yang dihadapi. Kemudian, di sisi lain kejaksaan mendapat banyak masukan," kata Yos A Tarigan.
Kegiatan Jaksa Menyapa dipandu Galuh sebagai penyiar KISS FM Medan, dengan pembicara Joice V Sinaga, SH dan Lamria Sianturi, SH,MKn (Jaksa Fungsional di Bidang Intelijen Kejati Sumut).
Pembicara dalam kegiatan Jaksa Menyapa ini menyampaikan beberapa hal terkait apa penyebab terjadinya kekerasan seksual terhadap anak, siapa sajakah biasanya pelaku kekerasan seksual terhadap anak dan siapa sajakah biasanya korban kekerasaan seksual terhadap anak.
Joice V Sinaga dan Lamria Sianturi mengupas lebih dalam terkait kekerasan seksual terhadap anak seringkali dilakukan oleh orang-orang terdekatnya.
Pelaku dari tindak kekerasan seksual pada anak ini, kata Joice V Sinaga akan dijerat dengan UU Perlindungan Anak dan hukumannya berat agar memberikan efek jera bagi pelaku dan orang lain.
Pada kesempatan itu, Joice V Sinaga dan Lamria Sianturi juga menyampaikan bagaimana proses hukum terhadap pelaku dan bagaimana proses hukum terhadap pelaku dan korban yang masih berada dibawah umur.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang saat ini sudah berlaku ± (kurang lebih) 12 (dua belas) tahun akhirnya diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang mempertegas tentang perlunya pemberatan sanksi pidana dan denda bagi pelaku kejahatan terhadap anak terutama kepada kejahatan seksual yang bertujuan untuk memberikan efek jera, serta mendorong adanya langkah konkrit untuk memulihkan kembali fisik, psikis dan sosial anak. (*)