Makin Terasa Efek Berganda Jalan Tol Trans Sumatera

JAKARTA - "Sekarang, Jakarta-Palembang hanya membutuhkan waktu sekitar 7 jam hingga 8 jam. Sebelum ada tol, perjalanan dari Jakarta menuju rumah saya di Palembang lebih kurang 15 jam dengan catatan dua kali stop".

Demikian apresiasi Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian periode 2009-2014 Hatta Rajasa terhadap Jalan Tol Trans-Sumatera (JTTS) dalam webinar HK Academy: Accelerating Indonesia's Economic Growth Through Infrastructure Development, Kamis (09/09/2021).

Efisiensi waktu juga dilontarkan Shaggy Sigit Sarwanto, Regional Specialist Hypermart di bawah naungan PT Matahari Putra Prima Tbk.

Menurut Shaggy, perjalanan logistik dari gudang pusat di Balaraja, Kabupaten Tangerang, untuk didistribusikan di gerai-gerai wilayah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) menjadi lebih singkat.
"Perjalanan terpangkas bisa mencapai 30 persen dibanding menggunakan jalur Nasional. Hal ini berdampak pada peningkatan produktivitas perusahaan," ujar Shaggy kepada Kompas.com, Senin (20/3/2022).

Angkutan logistik Hypermart memanfaatkan tiga ruas JTTS lepas dari Tol Tangerang-Merak, yakni ruas Bakauheni-Terbanggi Besar (Bakter), Terbanggi Besar-Pematang Panggang-Kayu Agung (Terpeka), hingga ke Palembang.

Tiga ruas ini merupakan bagian dari 10 ruas sepanjang 684 kilometer JTTS yang telah beroperasi. Sementara 8 ruas lainnya yang mencakup 533 kilometer sedang tahap konstruksi.

Ada pun total panjang JTTS membentang 3.042 kilometer, terdiri dari koridor utama 2.121 kilometer dan koridor pendukung 921 kilometer.

Dari total panjang tersebut PT Hutama Karya (Persero) mendapat penugasan membangun JTTS 1.065 kilometer yang ditargetkan rampung pada awal 2023.
"Sementara 531 kilometer di antaranya telah selesai dikerjakan dan beroperasi," kata Direktur Utama Hutama Karya Budi Harto.

JTTS sendiri ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 100 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Jalan Tol di Sumatera yang kemudian diubah dengan Perpres Nomor 117 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 100 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Jalan Tol di Sumatera.

Manfaat berganda makin terasa

Tak hanya pada mobilitas logistik, jasa, dan manusia, dampak berganda atau multiplier effect kehadiran jalan tol ini juga makin terasa pada sektor-sektor produktif lainnya.
Karena proyek JTSS memang dibangun dengan tujuan untuk membuka sentra-sentra ekonomi baru yang diharapkan mampu menjadi akses utama dalam menghubungkan berbagai provinsi di Pulau Sumatera.

Sebagaimana dikatakan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono dalam laman resmi Kementerian PUPR yang dikutip Kompas.com, Selasa (20/3/2022).
"Manfaat pembangunan lainnya adalah menumbuhkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru yang mampu menyerap tenaga kerja selama masa konsesi dan operasi," ujar Basuki.

Termasuk sektor properti berupa perhotelan, perumahan, pusat perbelanjaan, dan sektor pariwisata seperti restoran, dan destinasi wisata dengan tingkat serapan tenaga kerja tinggi. 

Perhotelan dan pariwisata merupakan sektor yang termasuk cukup cepat menerima dampak dari kemanfaatan JTTS, meskipun dengan pertumbuhan inklusif.

Head of Advisory Services Colliers International Indonesia Monica Koesnovagirl menuturkan,  perhotelan dan destinasi wisata yang sebelumnya tak terlihat atau terlupakan, makin giat bergerak.

"Hotel atau fasilitas akomodasi muncul di titik-titik kawasan pertumbuhan ekonomi baru yang dapat diakses dari exit toll, melengkapi hotel eksisting di pusat kota," ujar Monica kepada Kompas.com, Rabu (9/3/2022)

Hotel itu juga terserap pasar secara positif, didukung oleh catatan matriks okupansi atau tingkat penghunian kamar (TPK) hotel dengan klasifikasi bintang 3, 4, dan 5, yang menunjukkan tren pergerakan meskipun belum sepenuhnya pulih akibat Pandemi Covid-19.

Dari data yang disajikan Hotel Investment Strategies LLC, kinerja matriks okupansi tujuh provinsi di Pulau Sumatera mengalami pertumbuhan dalam kurun 2020-2021.
Sementara satu provinsi lainnya yakni Lampung mengalami pergeseran hanya -0,1 persen dari 43,8 persen menjadi 43,7 persen.

Rinciannya adalah Aceh dengan peningkatan 4,2 persen dari 25,2 persen menjadi 29,4 persen, Sumatera Utara dari 30,8 persen menjadi 37,5 persen, Sumatera Barat dari 34,0 persen menjadi 42,0 persen, dan Riau yang sebelumnya 32,0 persen meningkat jadi 39,5 persen.

Kemudian Jambi dari 34,1 persen menjadi 38,5 persen, Sumatera Selatan dari sebelumnya 40,5 persen bergeser menjadi 48,8 persen, Bengkulu dari angka 38,0 persen menjadi 38,7 persen, dan Lampung dengan perubahan tipis dari 43,8 persen menjadi 43,7 persen. 

Meskipun matriks TPK hotel bintang di Lampung menunjukkan angka paling rendah, namun jika dilihat dari kombinasi antara hotel bintang dan non-bintang, provinsi ini tertinggi secara Nasional pada 2020.

Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Lampung Friandi Indrawan menuturkan, tingkat okupansi seluruh hotel Lampung pada akhir 2020 saat Pandemi Covid-19 belum melandai, berada pada angka 53,15 persen.

Hal ini dibarengi dengan matriks lamanya tamu menginap atau length of stay yang mencapai 1,92 malam per kunjungan.
Tren kenaikan serupa terjadi juga pada matriks belanja konsumsi atau spending consumption dengan angka rata-rata Rp 855.000 per kunjungan pada 2021 dari sebelumnya Rp 788.000 pada 2019.

"Saya yakin, tanpa JTTS, achievement kami saat pandemi tidak akan mungkin sebesar itu," kata Friandi kepada Kompas.com, Selasa (22/3/2022).

Artinya, keberadaan infrastruktur konektivitas bebas hambatan berbayar ini sangat memengaruhi kunjungan wisatawan ke Lampung. 

Sektor UMKM ikut bergerak

Dengan terkoneksinya desa dan kota, atau antar-provinsi dalam suatu aglomerasi kesempatan kerja melalui JTTS, memberikan akses kepada Pemerintah Daerah (Pemda) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

Sehingga Pemda bisa memikat investor agar dapat menggerakkan perekonomian di daerah sekitar yang memiliki potensi untuk berkembang menjadi wilayah ribbon development.

Dengan begitu, menurut Pengamat Ekonomi Universitas Lampung Asrian Hendi Cahya  perluasan pasar akan terjadi.
Terutama bagi pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) hingga ke luar daerah seperti Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi, bahkan mancanegara.

Terlebih pada era digitalisasi seperti saat ini, bangkitan ekonomi UMKM melalui platform daring, akan terus berkembang.
"UMKM yang bermula dari rumah, seperti produk fashion, suvenir, kuliner tradisional khas daerah dimudahkan untuk berkembang dengan kondisi infrastruktur dan konektivitas yang memberikan akses pengiriman barang lebih cepat dan relatif murah," urai Asrian kepada Kompas.com, Selasa (22/3/2022).

Pemanfaatan JTTS untuk mengakselerasi pertumbuhan UMKM dengan segala potensinya juga terus diperjuangkan Hutama Karya melalui implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2021 tentang perubahan keempat atas peraturan pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang jalan tol.

Beleid tersebut berbunyi: "Untuk mengakomodasi usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Usaha harus mengalokasikan lahan paling sedikit 30 % (tiga puluh persen) dari total luas lahan area komersial untuk usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah," seperti dikutip dalam Pasal 7A poin 2 melalui laman jdih.setkab.go.id.

Direktur Operasi III Hutama Karya Koentjoro mengungkapkan, hingga saat ini, terdapat 619 UMKM yang telah beroperasi di 25 rest area Tol Bakter, Tol Terpeka, dan rest area sementara di Tol Pekanbaru-Dumai (Permai).
Rinciannya, 187 UMKM di rest area Tol Bakter, 400 UMKM di rest area Tol Terpeka, dan 32 UMKM di rest area Tol Permai.

"Secara keseluruhan, UMKM tersebut menempati porsi 94 persen dari total tenant atau penyewa di seluruh rest area yang dikelola Hutama Karya," imbuh dia.
Kendati jumlahnya belum signifikan bila dibandingkan dengan total panjang jalan tol yang dikelola, namun UMKM ini diharapkan dapat terus tumbuh dan berkontribusi terhadap perekonomian Sumatera.

Saat ini, Sumatera menguasai sekitar 21 persen perekonomian Nasional. Sementara Jawa menguasai 58 persen.
"Nah, akses JTTS ini memudahkan interaksi keduanya. Dengan kata lain, bila keduanya digabungkan, setara dengan 80 persen perekonomian Indonesia," kata Asrian.
Dapat dibayangkan, jika kedua perekonomian ini saling berinteraksi, maka akan ada percepatan pertumbuhan ekonomi.

Perekonomian Sumatera yang primer membutuhkan pasar di Jawa. Sebaliknya perekonomian Jawa yang industrial, juga membutuhkan konsumen di Sumatera.
Penduduk Sumatera yang berjumlah sekitar 20 persen dari total 278 juta penduduk Indonesia dengan luas 60 persen dari total wilayah Negara, dan Jawa sejumlah 59 persen dengan hanya 6 persen dari total wilayah, bisa saling bersinergi.

"Sangat wajar dalam jangka pendek menengah, percepatan pertumbuhan ekonomi Nasional diorientasikan dengan mengintegrasikan ekonomi Sumatera dan Jawa," tuntas Asri.

Dikutip dari KOMPAS.com
LihatTutupKomentar

Terkini