Adab - Adab Terhadap Al-Qur'an (1)

Setiap muslim harus meyakini kesucian Kalamulloh, keagungannya, dan keutamaannya di atas seluruh kalam (ucapan). Al-Qur’anul Karim itu Kalamulloh yang di dalamnya tidak ada kebatilan. Al-Qur’an memberi petunjuk jalan yang lurus dan memberi bimbingan kepada umat manusia di dalam menempuh perjalanan hidupnya, agar selamat di dunia dan di akhirat, dan dimasukkan dalam golongan orang-orang yang mendapatkan rahmat dari Alloh Ta’ala.

Untuk itulah tiada ilmu yang lebih utama dipelajari oleh seorang Muslim melebihi keutamaan mempelajari Al-Qur’an. Sebagaimana sabda Nabi ShallAllohu ‘alaihi wa sallam, yang artinya: “Sebaik-baik kamu adalah orang yg mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari).

Dalam riwayat Imam Muslim dijelaskan, yang artinya: “Bacalah Al-Qur’an, sesungguhnya Al-Qur’an itu akan menjadi syafa’at di hari Qiyamat bagi yang membacanya (ahlinya).” (HR. Muslim).

Wajib bagi kita menghalalkan apa yang dihalalkan Al-Qur’an dan mengharamkan apa yang diharamkannya. Diwajibkan pula beradab dengannya dan berakhlaq terhadapnya. Untuk mendapatkan kesempurnaan pahala dalam membaca Al-Qur’an, di saat membaca Al-Qur’an seorang Muslim perlu memperhatikan adab-adab yang akan disampaikan pada tulisan berikut ini.

Agar membacanya dalam keadaan yang sempurna, suci dari najis, dan dengan duduk yang sopan dan tenang. Dalam membaca Al-Qur’an dianjurkan dalam keadaan suci. Namun apabila dia membaca dalam keadaan najis, diperbolehkan dengan Ijma’ umat Islam. Imam Haromain berkata; orang yang membaca Al-Qur’an dalam keadaan najis, dia tidak dikatakan mengerjakan hal yang makruh, akan tetapi dia meninggalkan sesuatu yang utama. (At-Tibyan, hal.58-59).

Membacanya dengan pelan (tartil) dan tidak cepat, agar dapat menghayati ayat yang dibaca. Rasulullah ShallAllohu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: “Siapa saja yang membaca Al-Qur’an (khatam) kurang dari tiga hari, berarti dia tidak memahami” (HR. Ahmad dan para penyusun Kitab-KitabSunan).

Dan sebagian kelompok dari generasi pertama membenci pengkhataman Al-Qur’an sehari semalam, dengan dasar hadits di atas. Rasulullah telah memerintahkan Abdullah Ibnu Umar untuk mengkhatamkan Al-Qur’an setiap satu minggu (7 hari). (Muttafaq Alaih). Sebagaimana yang dilakukan Abdullah bin Mas’ud, Utsman bin Affan, Zaid bin Tsabit g, mereka mengkhatamkan Al-Qur’an sekali dalam seminggu.

Di dalam sebuah ayat Al-Qur’an, Alloh Ta’ala menjelaskan sebagian dari sifat-sifat hambaNya yang shalih, yang artinya: “Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’ (QS. Al-Isra’: 109).

Agar membaguskan suara di dalam membacanya, sebagaimana sabda Rasulullah ShallAllohu ‘alaihi wa sallam, yang artinya: “Hiasilah Al-Qur’an dengan suaramu” (HR Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim).

Di dalam hadits lain dijelaskan: “Tidak termasuk umatku orang yang tidak melagukan Al-Qur’an” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Maksud hadits di atas, membaca Al-Qur’an dengan susunan bacaan yang jelas dan terang makhroj huruf nya, panjang pendeknya bacaan, tidak sampai keluar dari ketentuan kaidah Tajwid.

Membaca Al-Qur’an dimulai dengan Isti’adzah.Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Dan bila kamu akan membaca Al-Qur’an, maka mintalah perlindungan kepada Alloh dari (godaan-godaan) syaithan yang terkutuk” (QS. An-Nahl: 98).

Apabila ayat yang dibaca dimulai dari awal surat, setelah isti’adzah terus membaca Basmalah, dan apa bila tidak di awal surat cukup membaca isti’adzah. Khusus surat At-Taubah walaupun dibaca mulai awal surat tidak usah membaca Basmalah, cukup dengan membaca isti’adzah saja.



PISS KTB, diambil dari Minhajul Muslim, Fiqih Sunnah, At-Tibyan Fi Adaabi Hamlatil Qur’an

LihatTutupKomentar

Terkini