Tersangka teroris dr Sunardi tewas ditembak Densus 88 Antiteror Polri dalam penyergapan yang dilakukan di Sukoharjo, Jawa Tengah. Dokter Sunardi ditembak mati karena disebut melakukan perlawanan saat hendak ditangkap.
Namun belakangan ramai dikaitkan dengan kondisi dr Sunardi yang mengalami stroke disebut tidak memungkinkan untuk melawan petugas. Kepala Bagian Bantuan Operasi (Kabagbanops) Densus 88 Antiteror Polri Kombes Aswin Siregar memberi penjelasan.
"Untuk diketahui dan ditegaskan lagi bahwa tersangka melakukan perlawanan bukan dengan fisiknya," kata Aswin kepada wartawan, Jumat (11/3/2022).
Aswin menyebut dr Sunardi menabrakkan kendaraannya kepada aparat yang menghentikan. Lalu, kata Aswin, dr Sunardi melarikan diri dan menabrak beberapa kendaraan masyarakat saat terjadi kejar-kejaran dengan polisi.
"Tersangka menabrakkan kendaraannya kepada petugas yang menghentikannya dan kendaraan petugas tersebut. Kemudian melarikan diri dan menabrak beberapa kendaraan milik masyarakat yang kebetulan berada di jalan juga tersebut sehingga sangat membahayakan jiwa bagi petugas dan masyarakat," ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, dr Sunardi tewas ditembak Densus 88 dalam penyergapan yang dilakukan di Jalan Bekonang-Sukoharjo, Rabu (9/3) malam. Polisi melumpuhkan dr Sunardi dengan tembakan karena dinilai melawan saat akan ditangkap dan menabrakkan mobilnya ke mobil petugas maupun kendaraan warga yang melintas.
3 Advokat Siap Bantu Keluarga Gugat Densus 88
Tiga advokat senior di Solo Raya menyatakan diri siap membantu keluarga untuk menempuh jalur hukum atas penembakan oleh Densus 88 yang berujung kematian dokter Sunardi. Langkah yang dipersiapkan adalah gugatan perbuatan melawan hukum.
"Sejauh ini sudah ada 3 advokat senior yang siap mendampingi keluarga untuk menempuh jalur hukum terkait penembakan terhadap dokter Sunardi oleh Densus 88," ujar jubir keluarga, Endro Sudarsono, kepada detikJateng, Jumat (11/3/2022).
Ketiga advokat tersebut, kata Endro, 2 orang berasal dari Solo dan 1 orang lainnya dari Sukoharjo. Namun, diakuinya, hingga saat ini belum ada surat kuasa secara resmi yang ditandatangani keluarga untuk menunjuk kuasa hukum.
Adapun langkah hukum yang paling tepat untuk ditempuh, kata Endro, adalah berupa gugatan kepada Polri atau Densus 88 karena telah melakukan perbuatan melawan hukum.
"Intinya tim sudah siap, tinggal menunggu persetujuan pihak keluarga. Sedangkan langkah hukum yang dipertimbangkan paling tepat ditempuh adalah gugatan tentang perbuatan melawan hukum yang dilakukan kepolisian, dalam hal ini Densus 88," imbuhnya Endro. [detik.com]