"Gus, Gus, mriki." kata beliau dengan siapa saja selalu mengunakan bahasa jawa kromo, meskipun kepada santrinya yang masih kecil. Saya waktu itu baru lulus SR (Sekolah Rakyat, setara dengan Sekolah Dasar), ternyata beliau benar-benar memangil saya.
"Mriki-mriki, Gus !" (kesini Gus). Pangilan beliau tentu saja membuat saya kaget, sebab berbarengan sekali dengan kegiatan saya yang akan nyolong tebu bersama kawan-kawan. Saya lantas mendekat, Lalu ditanya begini.
"Gus, sampean doyan tebu?". Secara spontan saya kaget bukan main. Saya keringetan pada waktu itu. Pertanyaan ini membuat saya terdiam dan ketakutan. Saking takutnya saya tidak bisa bergerak sama sekali. Sebab, sebelumnya saya tidak menyangka kok tiba-tiba beliau bertanya seperti itu. "Nanyanya kok pas sekali." gumam saya dalam hati.
Beliau lalu menyuruh saya untuk diam atau menunggu. Kemudian beliau keluar dari ndalemnya dengan memanggul seonggok lonjor tebu. Beliau bilang "Niki, Sampean kulo pilihaken seng sae-sae Gus." (Ini, untuk anda saya pilihkan yang bagus-bagus Gus).
Setelah tebu itu diberikan kepada saya, beliau berkata, "Niki dipun bagi kalih rencang-rencang lintune nggih?" (Ini dibagi-bagi pada temen-temennya yang lain ya?)
Setelah menyaksikan peristiwa itu, akhirnya saya dan kawan-kawan tidak jadi mencuri tebu. Saya jadi bertanya-tanya, kira-kira siap orang yang telah membocorkan rencana itu? padahal saat itu beliau kan tidak tahu rencana saya dan kawan-kawan saya.