NGAJISALAFY.com | Pada zaman Rasulallah SAW hukum-hukum diambil dari wahyu (al-Quran) dan penjelasan oleh baginda (al-Hadist). Segala masalah yang timbul akan dirujuk kepada Rasulallah SAW dan baginda akan menjawab berdasar ayat al-Qur'an yang diturunkan atau penjelasan baginda sendiri. Namun, terdapat sebagian sahabat yang tidak dapat merujuk kepada nabi lantaran berada di tempat yang jauh daripada baginda, misalnya Muadz bin Jabal yang diutus ke yaman.
Baginda membenarkan Mu'adz berijtihad dalam perkara yang tidak ditemui ketentuan di al-Qur'an dan al-Hadist. Setelah kewafatan Rasulallah SAW masalah-masalah yang timbul dirujuk kepada para sahabat. Mereka mampu mengistimbat hukum dari al-Qur'an dan al-Hadist karena:
- Penguasaan bahasa Arab yang baik.
- Mempunyai pengetahuan mengenai sebab An-Nuzul sesuatu ayat atau sebab wurud al-Hadits.
- Mereka merupakan para perawi hadits.
Hal ini menjadikan para sahabat mempunyai kepakaran yang cukup untuk mengistimbatkan hukum-hukum. Mereka menetapkan hukum dengan merujuk ke al-Qur'an dan al-Hadist sekiranya mereka tidak menemui ketetapan hukum tentang suatu masalah, mereka akan berijtihad dengan menggunakan kaedah qias.
Baca Juga: Kajian Qoidah Fiqih Lengkap
Inilah cara yang dilakukan oleh para mujtahid diantara kalangan para sahabat seperti Sayyidina Abu Bakar As-Siddiq, Sayyidina Umar Bin Al-khattab, Sayyidina Utsman Bin Affan dan Sayyidina Ali Bin Abu Talib. Sekiranya mereka mencapai kata sepakat dalam sesuatu hukum maka berlakulah ijma'.
Pada zaman ini, cara ulama' mengambil hukum tidak jauh berbeda dengan zaman sahabat karena jarak masa mereka dengan kewafatan Rasulallah SAW tidak terlalu jauh. Yang membedakannya ialah sekiranya sesuatu hukum tidak terdapat dalam al-Qur'an, al-Hadist dan al-Ijma', mereka akan merujuk kepada pandangan para sahabat sebelum berijtihad. Oleh sebab itu, ide-ide untuk menyusun ilmu usul fiqih belum lagi muncul ketika itu, inilah cara yang digunakan oleh para mujtahid diantara kalangan tabi'in seperti Sa'id bin Al-Musayyib, 'Urwa bin Az-Zubair, Al-qodi syarih dan Ibrahim An-Nakho'i.
Baca Juga: Istilah-Istilah Ulama' Fuqaha'
Pada akhir kurun kedua hijrah, keadaan umat Islam semakin berubah. Kuantuitas umat Islam semakin bertambah sehingga menyebabkan percampuran antara orang arab dan bukan orang arab. Kesannya, penguasaan bahasa arab bagi orang arab sendiri menjadi lemah. Ketika itu timbul banyak masalah baru yang tiada ketentuan hukumnya dalam al-Qur'an dan al-Hadist secara jelas. Hal ini menyebabkan para ulama' mulai menyusun kaedah-kaedah tertentu yang dinamakan ilmu usul fiqih untuk dijadikan landasan kepada ijtihad mereka.
Ilmu usul fiqih disusun sebagai satu ilmu yang tersendiri, dalam sebuah kitab berjudul al-Risalah karangan al-Imam Muhammad bin Idris al-Syafi'i, kitab ini membincangkan tentang al-Qur'an dan al-Hadist dari segi kehujahan serta kedudukan kedua-duanya sebagai sember penentu hukum.
Demikianlah penjelasan tentang sejarah perkembangan fiqih pada masa Rasulullah SAW. Wallahu a'lam.