Gandeng RRI, Lesbumi PCNU Jember sukses gelar pangkalan budaya 2 |
Sebagai pemantik diskusi, Lesbumi PCNU Jember mengundang Prof. Dr. H. Abd. Halim Soebahar, MA., Guru Besar UIN KHAS Jember, dan Dr. Akhmad Taufiq, M.Pd., Wakil Ketua PCNU Jember sekaligus Ketua PP ADP IKA-PMII. Acara yang mengudara di RRI Pro 1 tersebut dimoderatori oleh Mas Yusnizar dari RRI Jember, Sabtu (26/06) pukul 20.00 WIB.
Siswanto, ketua Lesbumi PCNU Jember mengatakan bahwa pemilihan tajuk diskusi dianggap sangat relevan dalam konteks Bulan Pancasila saat ini. Selain itu, ungkapnya, kegiatan ini merupakan momentum mengenang dan membedah pemikiran tokoh kebangsaan nasional yang asli dari Jember.
Baca Juga :
- Bumikan Shalawat, PC Lesbumi Bondowoso Dapatkan Logistik Hadrah
- Rayakan Harlah NU Ke-98, Lesbumi Jember Gelar Diskusi Budaya
- Tawassul yang Disyirikkan dan Dibid’ahkan (Part 1)
- H. Slamet Effendy Yusuf, Kader NU dan Aktivis Tulen Pada Masanya
"Sudah sepatutnya, kita sebagai warga Jember bangga dan menghargai mutiara-mutiara pemikiran beliau dalam konteks kehidupan berbangasa dan bernegara," ujarnya.
Prof. Halim, sapaan akrabnya, sangat gamblang membedah pemikiran KH. Achmad Siddiq tentang Pancasila sebagai ideologi negara. Direktur Pascasarjana UiN KHAS Jember itu mengatakan bahwa KH. Achmad Siddiq adalah tokoh NU yang mampu 'melerai' ketegangan hubungan antara agama dan Pancasila pada masa 1980-an, tepatnya pada Munas 1983 dan Muktamar NU 1984 di Situbondo.
Ia menambahkan bahwa KH. Achmad Siddiq merupakan arsitek dalam rancangan NU kembali ke Khittah 1926 dengan menuliskan Khittah Nahdliyyah, sebuah risalah penting untuk memahami Khittah NU serta penerimaan Pancasila sebagai asas tunggal organisasi dengan menyusun deklarasi hubungan Pancasila dengan Islam pada tahun 1983-1984.
“Saya bersyukur pernah nyantri sekitar 10 tahun di pesantren beliau, karunia yang luar biasa bagi saya yang telah dipertemukan sosok murabbi yang sabar, arif, cerdas,dan berani," kenangnya.
Sementara itu, Akhmad Taufiq mengatakan bahwa ketokohan K.H. Achmad Siddiq tidak perlu diragukan lagi. Ia adalah ulama yang heroik. Berani tampil dalam kancah nasional membawa satu panji berkenaan dengan asas tunggal Pancasila.
"Tentu pada momen itu, adalah momen yang sangat luar biasa karena ada suatu kondisi krisis hubungan antara satu kelompok umat Islam dengan negara," jelasnya.
Dulu, ada sekelompok umat Islam yang menolak Pancasila. KH. Achmad Siddiq menerima asas tunggal Pancasila dalam satu situasi ketegangan ideologi yang luar biasa saat itu. Penerimaan asas tunggal Pancasila, tentu akan memberikan implikasi ideologis pada kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Tidak hanya pada masa-masa orde baru. Tetapi juga implikasinya pada masa-masa sekarang yang sangat dibutuhkan oleh generasi-generasi saat ini bahwa Pancasila adalah satu konstruksi ideologis yang dibutuhkan oleh bangsa dan negara ini," tambahnya.
Tidak hanya itu, salah satu dosen Universitas Jember tersebut memberikan pernyataan bahwa Inilah manhaj wasathiyah yang senantiasa mengembangkan jalan tengah bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Bagaimana moderasi keagamaan menjadi agenda utama bagi bangsa ini.
"Pancasila, diakui atau tidak, adalah manhaj ideologi jalan tengah itu, yang secara ideal diakui mampu menaungi seluruh elemen masyarakat multikultural. Sehingga tidak ada upaya-upaya memberontak, mengacau, memecah belah persatuan bangsa dengan tujuan memformalisasikan Islam ke dalam sistem negara seperti yang dilakukan oleh para pengusung khilafah," pungkasnya.
Kontributor : Fandrik Ahmad
Editor : Haris